Latest News

Showing posts with label DPRD. Show all posts
Showing posts with label DPRD. Show all posts

Saturday, 22 November 2014

KPK: Kalau DPR Mau Merevisi UU MD3, Hebat!

TRIBUNNEWS/DANY PERMANAWakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandupraja saat menghadiri jumpa pers peluncuran Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2013 di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (24/9/2013). Film yang dapat diikut sertakan dalam ACFFest berupa film fiksi panjang, fiksi pendek, dokumenter panjang, dokumenter pendek, animasi, serta games animasi, dengan bertemakan kejujuran, integritas, transparansi, ataupun perlawanan terhadap korupsi.

KPK: Kalau DPR Mau Merevisi UU MD3, Hebat!

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja menilai, hak imunitas anggota DPR yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) merupakan salah satu kelemahan undang-undang tersebut. 

Dia pun sepakat jika beberapa pasal yang berpotensi 'melumpuhkan' penegakkan hukum itu direvisi. "Sangat setuju. Itu salah satu kelemahan UU MD3 yang perlu diuji materi Ke MK," ujar Adnan melalui pesan singkat, Sabtu (22/11/2014).

Menurut Adnan, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum. Namun, Adnan menyangsikan anggota DPR mau merevisi sejumlah pasal yang dapat membatalkan pemanggilan anggota DPR terkait proses hukum tindak pidana. "Mana mau mereka dengar KPK. Kalau mereka bersedia mengoreksi, hebat," kata Adnan.

Dalam pasal 224 ayat (5) disebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). 

Selain itu, dalam ayat (6), diatur bahwa MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima. Adnan menganggap, permohonan persetujuan tersebut justru memperlambat proses penyidikan. 

Lagipula, kata Adnan, dalam pemerintahan sebelumnya Mahkamah Kehormatan Dewan tidak nampak kinerjanya karena tak menjalankan fungsinya dengan baik. "Coba tengok Badan Kehormatan DPR lalu. Hampir tidak kerja karena mereka saling menyandera," ujar Adnan. 

Sementara pada ayat (7) menyebutkan, jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, maka surat pemanggilan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum. Meski demikian, ada aturan lain yang mengatur soal pemanggilan anggota DPR terkait tindak pidana, yakni dalam Pasal 245.

Dalam pasal tersebut, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD. Dalam ayat (2), diatur bahwa jika MKD tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu 30 hari sejak permohonan diterima, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan.

Source : http://nasional.kompas.com/read/2014/11/22/08304471/KPK.Kalau.DPR.Mau.Merevisi.UU.MD3.Hebat.

Berbahaya, Anggota DPR Bisa Kebal Hukum


Berbahaya, Anggota DPR Bisa Kebal Hukum

Dewan Perwakilan Rakyat bisa membatalkan pemanggilan anggota DPR terkait proses hukum tindak pidana. Begitulah salah satu hak impunitas anggota Dewan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam pasal 224 ayat (5) menyebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dalam ayat (6), diatur bahwa MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima. (baca: ICW Minta DPR Hapus Pasal "Kebal Hukum" di UU MD3)
Namun, ayat 7 menyebutkan, jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, maka surat pemanggilan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum.
Meski demikian, ada aturan lain yang mengatur soal pemanggilan anggota DPR terkait tindak pidana, yakni dalam Pasal 245. Dalam pasal tersebut, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD.
Dalam ayat (2), diatur bahwa jika MKD tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu 30 hari sejak permohonan diterima, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan.
Adapun dalam ayat (3), persetujuan tertulis dari MKD tidak berlaku jika anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Aturan itu juga tidak berlaku bagi anggota yang disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.
Aturan tersebut juga tidak berlaku bagi yang disangka melakukan tindak pidana khusus. (baca: UU MD3: Pemeriksaan Anggota DPR Perlu Izin Mahkamah Kehormatan Dewan)
Berbahaya
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang mengatakan, aturan tersebut berbahaya bagi penegakan hukum. Menurut dia, aturan itu dibuat secara sadar agar anggota Dewan bisa terhindar dari proses hukum.
"Semangat DPR ketika merancang ingin lari dari tanggung jawab hukum. Ini berbahaya. Semua orang harus sama di mata hukum," kata Sebastian ketika dihubungi, Kamis (20/11/2014).
Sebastian mengatakan, jika MKD tidak menyetujui pemanggilan anggota di luar yang diatur dalam Pasal 245, maka dampaknya proses hukum bisa dianggap selesai. Padahal, MKD semestinya hanya menangani masalah etika dan tidak masuk dalam proses hukum. Untuk itu, perlu ada revisi aturan tersebut.
Dalam merevisi UU MD3, menurut Sebastian, bisa dilakukan dua tahap. Pertama, untuk jangka pendek dengan merevisi sejumlah aturan untuk menyelesaikan konflik antara kubu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. (baca: Ini Salinan Lengkap Lima Kesepakatan Damai KMP-KIH)
Kedua, merevisi aturan lain yang bermasalah. "Mesti ada komitmen revisi UU MD3 secara utuh. Masalah dalam UU MD3 masih banyak," ucapnya.
Source : http://nasional.kompas.com/read/2014/11/20/1122020/Berbahaya.Anggota.DPR.Bisa.Kebal.Hukum

Friday, 21 November 2014

Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri

Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul (foto: Ist)

Ruhut: Lawan Jokowi, 

DPR Gantung Diri


Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengatakan DPR bakal rugi kalau mengajukan interpelasi atau hak angket terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo yang menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Musababnya, ujar Ruhut, kini rakyat senang dengan Jokowi. 

"Kalau DPR berseberangan dengan Jokowi, itu namanya gantung diri," tutur Ruhut kepada Tempo, Rabu, 19 November 2014. "Apa enggak malu DPR?"

Ruhut menepis anggapan bahwa DPR akan menolak alasan Jokowi mengurangi subsidi energi melalui skema kenaikan harga BBM tersebut. "Kalau yang Jokowi lakukan untuk kesejahteraan rakyat, DPR mau ngomong apa?" kata Ruhut balik bertanya. Lagi pula, kata Ruhut, DPR adalah representasi rakyat. "Tapi kini rakyat di belakang Presiden." 

Ruhut memahami kenapa Jokowi tak berkonsultasi dengan DPR sebelum memutuskan menaikkan harga BBM subsidi. Menurut dia, kebijakan tersebut diambil karena DPR terbelah menjadi dua koalisi besar. "Siapa yang suruh DPR ribut. Makanya, jangan rakus jabatan dan kekuasaan," kata Ruhut. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 per liter untuk jenis Premium dan solar. Kenaikan harga ini diklaim sebagai usaha pemerintah meningkatkan pemanfaatan anggaran belanja, dari sektor konsumtif ke produktif. (Muhammad Muhyiddin/Tempo.co/bn)

Source : http://baranews.co/web/read/25944/ruhut.lawan.jokowi.dpr.gantung.diri...#.VG1zETSUeE5

Sunday, 7 September 2014

Faisal Basri: Pilkada Dipilih DPRD, Itu Namanya Bangsat



Faisal Basri: Pilkada Dipilih DPRD, Itu Namanya Bangsat


BREAKING NEWS !!!
SAYA SETUJU DENGAN FAISAL BASRI DAN
PARA TOKOH REFORMIS LAINNYA.

TRIBUNnews.com – Minggu, 07 September 2014

Faisal Basri: Pilkada Dipilih DPRD, Itu Namanya Bangsat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Calon Gubernur DKI Jakarta Faisal Basri menolak keras usulan pemilihan kepala daerah dipilih DPRD. Usulan tersebut sedang dibahas dalam RUU Pilkada.

"Diubah undang-udang Pilkada jadi tidak langsung dan dipilih DPRD. Ini menodai reformasi," kata Faisal di Hotel Ibis, Jakarta, Minggu (7/9/2014).
Faisal mengingatkan rakyat menuntut agar pemilihan dapat dilakukan secara langsung dan tidak melalui percaloan.
Pengamat Ekonomi UI itu menuturkan hal itu dimunculkan karena adanya prosentase koalisi Merah-Putih sebanyak 63 persen sedangkan Jokowi-JK sebanyak 37 persen di parlemen.

"Kalau 63 persen di seluruh provinsi, lalu Pilkada lewat DPRD ya menang semua, jadi engga perlu ada pemilu. Itu namanya bangsat," tegas Faisal.

Menurut Faisal, metode pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak berkaitan dengan penghematan anggaran. Menurutnya banyak cara anggaran dapat dihemat dalam penyelenggaraan Pilkada.

"Itu kan balas dendam saja, itu strategi bangsat, maaf tidak ada lagi kata yang halus selain bangsat. Rakyat tidak bisa mengoreksi pemerintahan. Tidak ada calon independen lagi," kata Faisal.

Faisal mengatakan bila DPR akhirnya mensahkan RUU tersebut, ia yakin banyak kelompok masyarakat melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Ini akan maju ke MK, bukan saya saja tapi kelompok masyarakat. Kita bawa sama-sama ke MK," ujar Faisal.

Source : FB Tegar Marpaung