Latest News

Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

Friday, 21 November 2014

Profesor JE Sahetapy: Masalah Hukum yang Ditinggalkan SBY seperti 'Piring Bau Amis'


Profesor JE Sahetapy (foto: Ist)

Profesor JE Sahetapy: Masalah Hukum yang Ditinggalkan SBY seperti 'Piring Bau Amis'


Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) Profesor JE Sahetapy mengatakan permasalahan hukum yang ditinggalkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menumpuk. Ia pun mengibaratkan bahwa masalah hukum tersebut berupa piring yang kotor yang penuh bau amis.

"Kalau (masalah hukum) diibaratkan sebuah piring, piring yang ditinggalkan oleh SBY itu bau amis," kata Sahetapy dalam diskusi bertema 'Pekerjaan Rumah Sektor Hukum Pemerintahan Jokowi-JK' di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2014).
Sahetapy menuturkan, piring kotor itulah yang menjadi tantangan pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK harus mampu membersihkan 'piring bau amis' tersebut.

"Kalau memang Jokowi bisa bikin piring itu bersih dari bau amis selama lima tahun itu luar biasa. Tapi sepertinya tidak mungkin," tuturnya.
Sahetapy mencontohkan permasalahan hukum yang masih ada seperti masalah yang ada di Kementerian Hukum dan HAM yaitu lembaga pemasyarakatan. Selain itu, masalah korupsi juga masih menjadi permasalahan besar.

"KPK satu-satunya alat yang mampu menyelesaikan masalah piring kotor di Indonesia," ujarnya. (Muhammad Zulfikar/Tribunnews.com/ng)

Source : 
 http://baranews.co/web/read/25976/profesor.je.sahetapy.masalah.hukum.yang.ditinggalkan.sby.seperti.piring.bau.amis#.VG6wAzSUeE4


"Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia!" (Ir. Sukarno)



"Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia!" (Ir. Sukarno)

Hari ini, pemuda-pemudi hebat mulai bermunculan dari berbagai latar agama dan etnis nusantara. Beberapa tahun lalu tidak dikenal, tidak saling kenal. Jokowi dari Surakarta, Ahok Manggar, Samad Makassar, Ridwan Bandung, Ganjar Karanganyar, Risma Kediri, semua berkarya sendiri-sendiri hanya berbekal nyali dan nurani.

Tuhan baik, mereka terus bertambah: Susi dari Pangandaran, Hanif Brebes, Jonan Singapura, Anies Kuningan, Andrinof Padang, Basri Bandung; bak jamur musim hujan, mencengangkan! Meski para PECUNDANG terus mengusiknya.

Kebaikan akan selalu menjalar kemana-mana, hingga mengguncang dunia.
Pasti akan lebih dahsyat lagi jika kita semua andil bersama. 


Source : FB Danan Juventini Jaya
Danan Juventini Jaya

Monday, 3 November 2014

Munculnya Pimpinan Tandingan Bukti Ada Krisis Legitimasi Di DPR



Munculnya Pimpinan Tandingan Bukti Ada Krisis Legitimasi Di DPR

Thursday, 9 October 2014

KMP Kuasai DPR/MPR, Negara Kehilangan 25 Miliar Dollar AS

KMP Kuasai DPR/MPR, Negara Kehilangan 25 Miliar Dollar AS
Ketua MA, Hatta Ali (kiri) melantik pimpinan MPR RI yang baru di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2014). Paket dengan ketua Zulkifli Hasan yang diusung Koalisi Merah Putih akhirnya mengalahkan paket dengan ketua Oesman Sapta yang diusung Koalisi Indonesia Hebat melalui proses voting yang digelar anggota MPR. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

JAKARTA - Dari data Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), negara mengalami kehilangan 25 miliar dollar Amerika Serikat dari sektor pertambangan mineral.
Alasannya, investor asing angkat kaki karena takut melihat gejolak politik di DPR dan MPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP). "Kehilangan lebih dari Rp25 miliar, itu yang berdampak langsung," ujar Ketua Apemindo Poltak Sitanggangdi Jakarta, Rabu (8/10/2014).
Poltak menjelaskan angka tersebut sangat besar, karena mengambil investasi di pertambangan nikel. Sedangkan untuk satu industri, pertambangan nikel mempunyai nilai investasi 3 sampai 5 miliar dollar AS. "Industri nikel paling besar investasinya di mineral," ungkap Poltak.
Menurut Poltak, industri mineral saat ini sudah terancam hancur. Pasalnya lembaga keuangan di dalam negeri belum mendukung adanya kredit untuk pengusaha tambang khususnya mineral.
"Lembaga keuangan nasional belum mendukung, jadi sektor ini 99 persen masih didukung lembaga keuangan asing. Biaya smelter PT Antam saja bank HSBC," papar Poltak.

Source : http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/08/kmp-kuasai-dprmpr-negara-kehilangan-25-miliar-dollar-as

Hashim Ancam Hambat Jokowi, PKB: Maklum, Dia Belum Pernah Urus Negara



Jakarta - Adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mengatakan Koalisi Merah Putih (KMP) akan menghambat pemerintahan Jokowi-JK dengan kekuasaannya di parlemen. PKB menyebut pernyataan itu seperti melegitimasi adanya dendam dari kekalahan Pilpres 2014 lalu.

"Menurut saya, itu tidak bijak dan terlalu diselimuti dendam. Dendam kok dibawa," kata Ketua DPP PKB Abdul Qadir Karding di kantornya, Jl Raden Saleh, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2014) dini hari.

Menurut Karding, Hashim kurang berpengalaman dalam tata negara dan pemerintahan. Hashim yang berlatarbelakang pengusaha, bagi Abdul, tak mengerti bahwa pernyataannya bisa menyengsarakan rakyat.

"Pak Hashim jarang urus negara, lama jadi pengusaha. Jadi enggak paham betapa pemerintahan itu terganggu efeknya, rakyat yang susah," ujarnya. 

Tak hanya itu, Karding juga menilai pernyataan seperti itu bisa mengganggu stabilitas negara. Ia kemudian mencontohkan merosotnya nilai rupiah hingga investor yang lari dari Indonesia pasca parlemen dikuasai KMP.

"Pernyataannya bisa mengganggu stabilitas nasional. Rupiah melemah terus, investor banyak yang lari, karena politiknya keruh. Merugikan kita sebagai bangsa dan itu tidak dewasa," ujar Abdul.

"Niatnya memang mengganggu. Konteksnya bahaya lho, bagi ekonomi dan masyarakat serta stabilitas politik. Saya memaklumi, dia urusi bagaimana dapat duit banyak, belum pernah urus negara," tutup Karding.

Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo menegaskan, "Kami akan menggunakan kekuatan kami untuk menginvestigasi dan menghambat."

Hal itu dikatakan Hashim kepada Reuters di kantornya pada Selasa kemarin, seperti dilansir Rabu (8/9/2014).

Hashim juga menambahkan, investigasi itu termasuk pada kasus dugaan korupsi pembelian bus TransJakarta buatan China senilai Rp 1,1 triliun saat Jokowi menjadi Gubernur.

Sekarang kasus dugaan korupsi pengadaan bus TransJ itu sudah ditangani Kejaksaan Agung. Sudah ada sedikitnya 2 mantan pejabat Pemprov DKI yang menjadi tersangka.

Kasus lainnya adalah penyimpangan dalam anggaran pendidikan saat Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo.

Jokowi yang dalam dua kasus itu tidak dinyatakan bersalah belum bisa dimintai komentar atas pernyataan Hashim.

Source : http://news.detik.com/read/2014/10/09/023038/2713632/10/2/hashim-ancam-hambat-jokowi-pkb-maklum-dia-belum-pernah-urus-negara

Sunday, 28 September 2014

UU Pilkada Bukan Lagi Tarung KMP vs Jokowi, Tapi KMP vs Rakyat

UU Pilkada Bukan Lagi Tarung KMP vs Jokowi, Tapi KMP vs Rakyat


Jakarta - Perbedaan pendapat saat sidang paripurna DPR RI terkait RUU Pilkada terjadi antara partai-partai Koalisi Merah Putih (KMP) dan koalisi pendukung Jokowi. Namun, pertarungan sebenarnya di sidang itu terjadi antara KMP dan rakyat. 

"Sebetulnya yang terjadi bukan persaingan antara KMP dan (Koalisi) Indonesia Hebat. Tanggal 26 itu adalah kekalahan rakyat Indonesia terhadap KMP. Jadi KMP bisa disebut melawan kehendak rakyat Indonesia," ujar Ray Rangkuti. 

Hal ini disampaikan Ray dalam diskusi bertajuk "Ditemukan: Dalang Pilkada Tak Langsung dari Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia" di Kafe Tong Tji, Menteng Huis, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Minggu (28/9/2014). Ray juga merasa miris ketika mendengar Prabowo Subianto dan Amien Rais bersujud syukur atas kekalahan demokrasi rakyat Indonesia ini. 

Menurutnya, RUU Pilkada ini telah mengembalikan sistem pilkada ke masa Orde Baru. "Pak Prabowo, Amien Rais, Ical, yang Anda kalahkan bukan Megawati. Tapi 80 persen rakyat Indonesia," tegasnya. 

Tak hanya itu, Ray mengaku curiga dengan niatan Partai Demokrat (PD) mengajukan gugatan ke MK. Sebab, melihat tak ada aksi nyata yang dilakukan partai berlambang mercy itu dalam rangka menunjukkan sikap penolakan terhadap pilkada tak langsung. Karenanya, niatan ini menjadi tak masuk akal dan menyebutnya sebagai drama baru Partai Demokrat. 

"Saya khawatir poin-poin yang akan diajukan Partai Demokrat atau Pak SBY adalah poin-poin yang bisa juga dijadikan MK untuk tidak mengabulkan permohonan. Jadi tuntutan poin-poin SBY dibuat selemah mungkin sehingga MK memutuskan DPR sah," kata Ray. 

"Kalau mendukung dengan tulus mestinya medukung pilkada langsungnya, baru disusul 10 poin. Ini kebalikannya. Demokrat dari awal mendahulukan cabang lalu membuang batangnya. Tidak ada niat baik dan tulus," ujarnya.

Sourc : detiknews.com



Jokowi Siapkan Perlawanan terhadap UU Pilkada

Jokowi--MI/Ramdani

Jokowi Siapkan Perlawanan terhadap UU Pilkada


Jakarta: Joko Widodo menyerukan masyarakat untuk mencatat dan mengingat partai mana saja yang mendukung pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD.

"Rakyat harus mencatat, partai-partai mana saja yang merebut hak-hak politik rakyat. Masyarakat harus catat," kata Jokowi usai menghadiri acara pembukaan Rakornas PKPI di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, (26/9/2014).

Ini merupakan bentuk kekecewan Jokowi terhadap putusan Sidang Paripurna di DPR semalam. Kendati demikian, Jokowi telah menyiapkan ancang-ancang untuk melakukan perlawanan di pemerintahan mendatang.

"Tentunya nanti ada langkah-langkah selanjutnya, tapi nanti, nanti," jawab dia singkat.

Jokowi meyakini bahwa pejabat daerah hasil pemilihan DPRD akan lebih korup ketimbang dipilih langsung oleh rakyat. "Saya pastikan yang memilih (kepala daerah) melalui dewan lebih korup," tutur politikus PDI Perjuangan itu.

Sebelumnya UU Pilkada disahkan melalui proses voting di Sidang Paripurna DPR, dimana 135 anggota dewan mendukung sistem pilkada langsung, sedangkan 226 anggota fraksi partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih memilih sistem pilkada melalui DPRD.

Source : http://news.metrotvnews.com/read/2014/09/26/297095/jokowi-siapkan-perlawanan-terhadap-uu-pilkada

Nudirman: Saya Pilih Rakyat Ketimbang Partai Golkar

Nudirman Munir (kanan)--Antara/Yudhi Mahatma

Nudirman: Saya Pilih Rakyat Ketimbang Partai Golkar


Jakarta: Politikus senior Partai Golongan Karya Nudirman Munir memastikan dirinya bersama 10 kader Golkar, siap dipecat dari keanggotaan Partai Golkar karena mendukung opsi pilkada langsung dalam Sidang Paripurna DPR, Jumat, 26 September.

Nudirman yang awalnya ditugaskan sebagai corong partai untuk menolak RUU Pilkada, mengaku berubah sikap mendukung pilkada langsung oleh rakyat setelah hati nuraninya mengatakan jika pemilu tidak langsung, sama dengan merampok hak suara rakyat dan membawa demokrasi Indonesia kemasa lalu.

"Saya lebih memilih rakyat ketimbang Partai Golkar, DPP (Golkar) seharusnya ikut menolak jika mau sesuai dengan marwahnya , suara Golkar suara rakyat," ujar Nudirman kepada Metro Tv, di Jakarta, Sabtu (27/9/2014).  
 
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar ini memastikan tekadnya sudah bulat untuk mendukung pilkada langsung oleh rakyat, meski DPP Golkar sudah mengultimatum seluruh kadernya agar mendukung pilkada melalui DPRD.
 
Dia mengaku tahu dan sadar akan konsekuensi yang akan dijatuhkan oleh partai berlambang pohon beringin itu kepadanya, yaitu pemecatan secara tidak hormat sebagai kader partai.
 
Dia menilai Golkar hanya mampu memecat statusya sebagai kader partai, tapi tidak dapat memecat hati nuraninya sebagai orang Golkar yang memegang teguh prinsip dasar partai, yaitu suara Golkar suara rakyat.
 
Menurutnya Golkar telah dipengaruhi keinginan segelintir elite Golkar untuk mendukung pilkada tidak langsung, padahal pilkada tidak langsung jelas-jelas bertentangan dengan semangat atau prinsip dasar Partai Golkar yaitu suara Golkar suara rakyat.

Source : http://news.metrotvnews.com/

Thursday, 11 September 2014

Jokowi Heran Biaya Rapat Kementerian di RAPBN Capai Rp 18 T

Jokowi heran dengan besarnya anggaran rapat kementerian dalam RAPBN 2015 (Liputan6 TV)

Jokowi Heran Biaya Rapat Kementerian di RAPBN Capai Rp 18 T

Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi menegaskan dirinya akan memotong anggaran rapat seluruh kementerian sebesar Rp 18 triliun yang masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Jokowimenilai anggaran rapat dengan jumlah tersebut terlalu besar dan sebagai bentuk pemborosan. 

"Masa rapat segitu, itu rapat apa? Sampai 18 triliun. Ya ketinggian sekali, masa sampai segitu jumlahnya," ujar Jokowi di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu, (10/9/2014). 

Menurut Jokowi, anggaran rapat dengan jumlah hingga Rp 18 triliun terlalu tinggi. Ia pun menilai semestinya biaya rapat kementerian dapat ditekan dan tidak perlu mengeluarkan dana yang besar.

"Ya rapat kan nggak perlu makan, nggak perlu minum, ngomong-ngomong saja. Tapi untuk urusan ini saya belum ngerti. Kalau belumngerti saya nggak mau ngomong dulu," ucap dia.

Ia pun meminta agar rapat-rapat kementerian tidak dilakukan di hotel-hotel berbintang atau ruang pertemuan yang harus mengeluarkan biaya sewa yang mahal. "Sekarang saya tanya, kementerian ada ruangan nggak? Lah iya, sudah. Rapat ya di kantor, di mana lagi?" kata Jokowi. 

Jokowi pun mengungkapkan, di masa pemerintahannya nanti dirinya akan banyak memangkas anggaran yang dirasa menjadi sumber pemborosan. Beberapa mata anggaran yang disebut Jokowi yaitu biaya perjalanan dinas dan anggaran rapat kementerian.

"Itu saya rasa yang akan dipotong ya dana-dana seperti itu, anggaran rapat, perjalanan dinas. Hal-hal seperti itu yang perlu diefisienkan. Apalagi cash flow kita dalam kondisi berat, memang harus dilihat secara detail kalau mau menganggarkan seperti itu, sesuatu harus dilihat secara detail. Sehingga bisa terlihat logis atau tidak logis. Nalar atau nggak nalar," ujar Jokowi.‎

Sebelumnya, Tim Transisi Jokowi-JK yang telah membedah RAPBN 2015 menemukan beberapa mata anggaran yang dinilai menjadi sumber pemborosan. Di antaranya anggaran rapat kementerian dan instansi yang jumlahnya sebesar Rp 18,1 triliun dan biaya perjalanan dinas kementerian yang jumlahnya mencapai Rp 15,5 triliun.‎

"2 Pos itu menyumbang pemborosan anggaran sampai Rp 33,6 triliun," ujar Deputi Tim Transisi Jokowi-JK Hasto Kristiyanto. ‎(Ans)
Credit: Rinaldo
http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2103637/jokowi-heran-biaya-rapat-kementerian-di-rapbn-capai-rp-18-t

“Bom Waktu” dan Tantangan Buat Pemerintah Baru Jokowi-JK

Satrio-arismunandar-

“Bom Waktu” dan Tantangan Buat Pemerintah Baru Jokowi-JK


Dijadikannya Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jero Wacik, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 3 September 2014, cukup mengejutkan dari segi timing atau waktu penetapan. Hal ini karena terjadi pada hanya dua bulan sebelum berakhirnya masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, penetapan tersangka terhadap Jero Wacik itu bukan sama sekali tidak terduga. Hal itu jelas jika kita mengikuti langkah KPK sebelumnya. KPK telah mengembangkan penyidikan kasus suap yang menimpa Rudi Rubiandini, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Penetapan Jero Wacik sebagai tersangka adalah hasil dari pengembangan kasus KPK tersebut.
Penetapan status tersangka KPK atas Jero Wacik, yang juga Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, partai yang didirikan dan dipimpin SBY, menjadi pukulan terakhir bagi pemerintahan SBY dan Partai Demokrat. Inilah “kenang-kenangan terakhir” yang mungkin diingat publik dari pemerintahan SBY, meski SBY dengan susah payah telah berusaha menghindarkan “kenangan buruk” terhadap pemerintahannya.
Demi “citra baik,” SBY memilih tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) menjelang berakhirnya masa jabatannya sebagai Presiden RI. SBY tidak ingin dikenang sebagai Presiden yang menaikkan harga BBM, kebijakan yang tidak populer dan biasanya menimbulkan aksi protes serta perdebatan pro-kontra sengit, di penghujung masa jabatannya.
Padahal SBY dan tim ekonominya tahu betul, berdasarkan tren konsumsi BBM bersubsidi yang bisa diprediksi cukup akurat, pada Oktober 2014 kuota subsidi BBM akan jebol. Tak ada lagi alokasi anggaran untuk subsidi BBM. Artinya, subsidi BBM untuk konsumsi November-Desember 2014 adalah nol rupiah. Jika anggaran negara mau diselamatkan, rakyat akan dipaksa untuk mengkonsumsi BBM non-subsidi mulai akhir Oktober 2014. Ada risiko keresahan sosial, polemik, aksi protes, atau politisasi oleh sejumlah kalangan di DPR.  
Tetapi pasca Oktober 2014 itu sudah bukan lagi era SBY, tetapi era pemerintahan baru di bawah Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. Jika SBY menaikkan harga BBM sekarang, beban fiskal buat pemerintahan baru di bawah Jokowi-JK akan berkurang. Jokowi-JK butuh ruang fiskal untuk menerapkan program-program ekonomi dan janji-janji masa kampanye yang pro-rakyat. Namun jika SBY menunda-nunda kenaikan harga BBM dengan berbagai alasan, beban fiskal akan meningkat dan tidak menyelesaikan masalah jebolnya kuota subsidi BBM.
Ini hanya menunda-nunda persoalan sehingga terakumulasi semakin besar. Pemerintah Jokowi-JK  yang mulai bertugas di penghujung Oktober akan dipaksa oleh situasi untuk menaikkan harga BBM, pada level persentase yang jauh lebih tinggi, dibandingkan jika pemerintah SBY sudah menaikkan atau “mencicil kenaikan” harga BBM lebih dulu sekarang.
Sebagaimana orang berutang, menunda cicilan utang tidak akan menuntaskan masalah, karena di ujung-ujungnya justru harus membayar cicilan pada tingkatan yang lebih besar. Itulah sebabnya sejumlah pengamat mengatakan, SBY meninggalkan “bom waktu” permasalahan subsidi BBM pada pemerintahan baru Jokowi-JK. SBY lebih mementingkan citra populer pemerintahannya ketimbang mengambil tindakan yang benar, dan bekerjasama dengan pemerintahan baru mengatasi masalah subsidi BBM.
Saya tidak sepakat dengan tudingan bahwa Jokowi-JK ingin mempertahankan “citra populer” dan hanya mau “terima bersih,” dengan mendesak pemerintah SBY agar menaikkan harga BBM atau mengurangi subsidi BBM sekarang. 
Pertama, harus diingat bahwa bahkan pada masa kampanye pemilihan presiden, Jokowi secara terbuka dan tegas mengatakan, ia akan mengurangi bahkan mengakhiri subsidi BBM di masa pemerintahannya. Artinya, sejak awal Jokowi tidak menjual popularitas murahan dengan memberi “angin surga” buat rakyat.
Pemerintah Jokowi-JK tidak akan mempertahankan harga BBM yang ada sekarang selama-lamanya. Itu jelas tidak rasional, tidak mungkin diterapkan karena sangat membebani anggaran negara, dan tidak mendidik buat rakyat. Oleh karena itu, jika pemerintahan Jokowi akan menaikkan harga BBM, hal itu bukan hal baru atau luar biasa, tapi sekadar mewujudkan janji masa kampanye.
Kedua, jika “popularitas” dan “pencitraan” menjadi problem yang dikhawatirkan pihak SBY, pihak Jokowi sebetulnya bisa menawarkan solusi. Misalnya, kenaikan harga BBM itu dideklarasikan sebagai hasil keputusan dan kesepakatan bersama antara Presiden SBY dan Presiden terpilih 2014-2019 Jokowi. Dengan demikian, kedua pihak “berbagi beban politik” bersama, demi suatu kebijakan yang oleh keduanya dianggap tepat untuk kebaikan rakyat di masa depan. Sayangnya, opsi bersama ini juga tidak dipilih oleh SBY.
Oleh karena itu, problem dan tantangan yang harus dihadapi pemerintahan baru Jokowi-JK, akibat kelambanan atau keengganan SBY memikul risiko dan bertindak tegas soal urgensi pengurangan subsidi BBM, menjadi semakin berat. 
Dijadikannya Menteri ESDN Jero Wacik sebagai tersangka pelaku korupsi oleh KPK tentu semakin membuat SBY enggan mengurangi subsidi BBM, mengingat citra pemerintahannya yang sudah terlanjur karut marut oleh skandal korupsi beberapa menterinya.
Di sisi Jokowi sendiri, kini sebagai seorang Presiden terpilih dan pemimpin nasional, ia dituntut untuk membuktikan kepemimpinannya, menghadapi krisis ysang sulit justru di awal pemerintahannya. Tidak ada waktu luang bagi Jokowi-JK untuk bersantai.
Tantangan seorang pemimpin bukanlah pada penanganan isu-isu dengan implikasi ringan yang disukai konstituen. Namun, seorang pemimpin sejati ditantang untuk berani mengambil tindakan penuh risiko yang diyakininya benar, demi kepentingan rakyat banyak, meskipun ia sadar bahwa tindakan itu tidak populer, bahkan di mata konstituennya sendiri.
Dalam hal kenaikan harga BBM, rakyat Indonesia sebetulnya bukannya tidak bisa diajak “berbagi beban” (baca: menderita). Sejarah membuktikan bahkan sejak perang kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Indonesia bersedia menanggung derita, dengan ikut melindungi para pejuang kemerdekaan dari pengejaran pasukan penjajah Belanda. Rakyat bahu-membahu memberikan pasokan logistik untuk para laskar gerilya, yang kemudian menjadi cikal bakal pembentukan Tentara Nasional Indonesia.
Rakyat bersedia berbagi beban demi kemaslahatan bangsa dan negara, asalkan mereka melihat ada semangat kebersamaan dan keadilan dalam “berbagi beban” itu. Mereka mau menanggung susah, asalkan pemerintah dan para pejabatnya juga menunjukkan sikap prihatin yang sama, seperti berperilaku hemat, mengurangi pengeluaran yang tidak urgen, tidak tampil bermewah-mewah, melakukan efisiensi menyeluruh, memberantas korupsi dan penyimpangan lain, dan seterusnya.
Oleh karena itu, rencana menaikkan harga BBM itu harus diimbangi dengan keseriusan dalam memberantas “mafia migas” dan berbagai perilaku korupsi yang merajalela di bisnis migas. Hal-hal semacam ini sudah dipahami oleh Jokowi. Penetapan tersangka korupsi oleh KPK pada Jero Wacik adalah satu contoh, yang harus ditindaklanjuti dengan tindakan tegas lain dalam pemberantasan korupsi.
Program-program kompensasi buat rakyat kecil, yang nafkah hidupnya akan terganggu akibat kenaikan harga BBM itu, juga harus disusun secara jelas, terarah, terukur, dan transparan.  Jika hal-hal ini dilakukan secara serius dan konsisten oleh pemerintah baru Jokowi-JK, rakyat akan menerima kenaikan harga BBM sebagai realitas yang memang perlu dan tidak terhindarkan.
Kenaikan harga BBM adalah sesuatu yang diakui memang kurang menyenangkan, tetapi harus ditanggung bersama demi kebaikan bersama. Tanpa pendekatan “kebersamaan dengan rakyat” semacam ini, kenaikan harga BBM hanya akan menjadi kebijakan tidak populer, dan bahan mainan para politisi yang mencari popularitas murahan. Dan yang terburuk, ia juga tidak memberi nilai lebih buat kepentingan rakyat dan buat kepentingan nasional.
Dalam dua bulan terakhir ini, kita tidak bisa berharap lebih banyak pada rezim SBY. SBY sudah memutuskan untuk “main aman” sampai berakhirnya masa jabatan, Oktober mendatang. Kini harapan bertumpu pada Jokowi-JK. Semoga Jokowi-JK sanggup memikul beban tanggung jawab itu!
(Satrio ArismunandarDoktor Ilmu Pengetahuan Budaya dari UI dan kandidat Komisioner KPK)
Source : http://www.nefosnews.com/post/opini/bom-waktu-dan-tantangan-buat-pemerintah-baru-jokowi-jk

Wednesday, 10 September 2014

Koalisi untuk Kepentingan Siapa?

Koalisi untuk Kepentingan Siapa?

ANDI IRAWAN (DOSEN UNIVERSITAS BENGKULU)

Koalisi untuk Kepentingan Siapa?

Koalisi. Tema ini merupakan isu sentral dalam banyak pembicaraan publik selepas pemilu legislatif 9 April yang lalu. Berkaitan dengan pembicaraan tentang koalisi ini, menurut saya, hal ini tidak boleh dibiarkan hanya menjadi kepentingan elite. Koalisi harus ditempatkan pada wacana publik dan untuk kepentingan publik.
Artinya, dalam konteks ini, publik harus mencermati dan menilai bagaimana para elite itu bermanuver dalam pembentukan koalisi politik mereka, yang dilakukan untuk menentukan pasangan kandidat pemimpin tertinggi eksekutif di negara ini. Kalangan masyarakat madani perlu mengawal agar tujuan pembentukan koalisi tetap dalam lingkup public interest, bukan elite interest. Saya kira penting bagi media cetak ataupun elektronik, para aktivis media sosial, intelektual, mahasiswa, dan para pengamat untuk bersikap kritis terhadap pembentukan koalisi dari sejumlah kekuatan politik. Diduga kuat mereka akan tampil dalam pemilihan presiden 9 Juli mendatang. Jadi, yang perlu dipertanyakan, apakah hal itu berorientasi publik atau tidak?
Isu utama koalisi tidak boleh dibiarkan berkisar tentang siapa yang harus dipasangkan dengan calon presiden tertentu. Tidak pula boleh dibiarkan hal ini hanya berbicara tentang partai apa bergabung kepada partai apa, lalu, berapa poros yang akan hadir dalam konstestasi calon wakil presiden dan calon presiden 9 Juli nanti. Sebab, ketika hanya berbicara masalah itu, tidak akan ada titik temunya dengan kepentingan publik.
Kita harus mengupayakan bahwa koalisi yang terbentuk akan memberi ekspektasi positif tentang Indonesia selama 2014-2019. Sebagai contoh, apa kontribusi koalisi yang terbentuk terhadap masalah kesejahteraan rakyat, khususnya dalam aspek kesenjangan ekonomi yang semakin meningkat dan penurunan angka kemiskinan yang subtansial? Perlu disadari, garis kemiskinan yang kita pakai sebagai dasar perhitungan angka kemiskinan tidak mencerminkan kesepakatan pandangan dunia tentang kemiskinan yang sesungguhnya.
Garis kemiskinan yang disepakati oleh dunia internasional adalah penghasilan US$ 2 per hari per kapita, sedangkan kita menggunakan angka sekitar US$ 1 per hari per kapita. Parameter internasional harusnya berani ditetapkan sebagai garis kemiskinan nasional guna menentukan angka kemiskinan. Dengan demikian, penurunan angka kemiskinan yang terjadi benar-benar keberhasilan subtansial yang diakui dunia, bukan keberhasilan yang bersifat pencitraan. Pemerintah selama ini bias pada pertumbuhan ekonomi dan abai terhadap masalah keadilan ekonomi.
Kita memang telah termasuk dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah-atas dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 3.542,9. Tapi hal itu menjadi tidak bermakna ketika kita memahami bahwa yang menikmati kue pembangunan Indonesia itu sebenarnya tidak proporsional. Ada 10 persen penduduk, jika merujuk pada Indikator Pembangunan Dunia dari Bank Dunia pada 2013, yang memiliki 65,4 persen dari aset total nasional. Dalam hal ini, Indonesia berada di peringkat 17 negara yang kesenjangan ekonominya paling tinggi dari 150 negara yang disurvei.
Tidak mengherankan jika kemudian angka indeks Gini juga semakin melebar dari 0,329 pada 2002 menjadi 0,413 pada 2011, apalagi kalau dibandingkan pada era Orde Baru yang sebesar 0,3. Hal itu menunjukkan kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan miskin di era Reformasi ini semakin melebar.
Ketimpangan (kesenjangan) ekonomi, ditambah dengan semakin sulitnya akses rakyat miskin terhadap pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan, adalah bahaya laten yang bukan saja bisa menimbulkan goncangan sosial. Seperti yang dikemukakan Stiglitz, dalam bukunya, The Price of Inequality (2012), hal ini menjadi sesuatu yang bisa menghancurkan demokrasi itu sendiri. Pemerintah di masa mendatang harus berani mengambil sikap politik yang impelementatif dalam mengatasi masalah kesenjangan ekonomi yang semakin melebar dan menurunkan angka kemiskinan yang subtansial.
Untuk itu, DPR dan pemerintah periode 2014–2019 (hasil koalisi yang terbentuk) harus berani menjadikan angka penurunan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi menjadi paremeter penting pembangunan, yakni dengan cara memasukkan parameter-parameter tersebut menjadi asumsi dasar dan target penting dalam APBN. Belum ada satu pemerintah pun pada era Reformasi ini yang berani menjadikan penurunan kesenjangan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan signifikan sebagai kemauan politik (political will) dalam APBN yang mereka susun.
Masyarakat madani perlu mengedukasi para pemilih untuk memaksa para politikus yang bermanuver tentang koalisi calon presiden agar tidak sekadar berbicara tentang siapa mendukung siapa dan mendapat apa, tapi bagaimana koalisi itu memberi ekspektasi tentang Indonesia yang lebih adil, makmur, dan sejahtera. Bahkan, sebaliknya, kekuatan-kekuatan politik yang hanya mempertontonkan koalisi yang sarat dengan kepentingan elite layak dihukum. Caranya adalah dengan tidak memilih kekuatan koalisi tersebut dalam pemilihan presiden 9 Juli nanti.

Source : http://pemilu.tempo.co/read/analisa/32/Koalisi-untuk-Kepentingan-Siapa

Sunday, 7 September 2014

Waspada, Boneka Mafia Migas di sekeliling Jokowi!

Waspada, Boneka Mafia Migas di sekeliling Jokowi!


Keinginan Jokowi untuk memberantas mafia migas dan pertambangan tampaknya hanya menjadi "lelucon" yang tak lucu di siang bolong. Mengapa demikian? Jawabanya adalah karena Jokowi saat ini dikelilingi oleh sekelompok "boneka menteri" titipan dari "mafia-mafia" yang justru ingin diberantas oleh sang presiden terpilih.

Sekali lagi Rakyat terpaksa harus mengucapkan "Salam Gigit Jari" buat pak presiden. Tidak Percaya? silahkan simak rekam jejak para kandidat menteri ESDM di sekeliling Jokowi :


1. Tri Haryo Indiawan Soesilo

Tri Haryo Indiawan Soesilo alias Hengky adalah mantan Dirut PT Rekayasa Industri ini untuk menjadi Calon Menteri ESDM. Tri Haryo merupakan alumnus dari ITB dan kini menjabat President & CEOSupreme Energy yang menginduk pada perusahaan milik Mr. Mohammad Reza Chalid dari Global Energy Resources (GER). Reza Chalid terkenal sebagai the God Father Para Mafia Minyak

Simak penuturan @ratuadil berikut terkait sepak terjang Tri Haryo Indiawan baik sebagai Direktur Utama PT Rekayasa Industri hingga akhirnya dipecat dari posisi Komisaris Pertamina oleh Dahlan Iskan.

http://chirpstory.com/li/8167

Selain itu Tri Haryo yang juga anak mantan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman muncul karena PETRAL yang notabene dijadikan ladang sekaligus tempat pencucian uang oleh mafia migas membackup habis mantan Komisaris Pertamina tersebut.

Lewat Umar Said dan sejumlah kepanjangan tangan Riza Chalid yang berkumpul di KataData, mereka merancang skenario untuk memunculkan nama-nama jagoan mereka lewat pemberitaan dan pencitraan positif.  ((http://katadata.co.id/berita/2014/08/13/berani-lawan-mafia-ini-calon-alternatif-menteri-esdm)

Skenario ini disusun paska pemberitaan massif soal pertemuan “Rumah Polonia” dan terlemparnya nama Tri Haryo dari bursa usulan Menteri Jokowi Center. Jadi Tri Haryo dicitrakan berani melawan mafia migas agar Mafia sebenarnya selamat dari “sasaran tembak” Jokowi!

2. Karen Agustiawan

Mantan Dirut Pertamina ini mendadak “dangdut” alias mundur dari periode kedua jabatan Dirut Pertamina yang didudukinya sejak 2009. Dianggap sukses sebagai Dirut BUMN Minyak oleh pemerintahan SBY, Karen yang berlatar belakang pendidikan ITB dan Amerika (Dua institusi penguasa kementrian ESDM sejak era Orde Baru) ternyata memiliki rekam jejak yang “mengerikan” jika memimpin Kementrian ESDM.

Diplot sebagai boneka titipan perusahaan minyak AS, EXXON dan Chevron, Karen yang cerdas dan sejak awal dididik di MobilOil cocok menjadi boneka kepanjangan tangan kartel minyak AS di negeri ini.

Buktinya selama dipimpin oleh Karen, ada dua peristiwa penting di sektor migas terkait dengan Exxon. Pertama, pengambilalihan Blok Cepu oleh ExxonMobil. Kedua, kasus (sengketa) kontrak Exxon di Blok Natuna. Untuk yang kedua, pihak pemerintah bersengketa dengan kontrak ExxonMobil yang masanya berakhir tanggal 9 Januari 2009 (DetikFinance, 18 Januari 2009, 12.18). dan dua-duanya berakhir dengan kemanngan Exxon dan kerugian untuk bangsa dan negara.

Simak cerita lengkapnya disini : http://leo4kusuma.blogspot.com/2009/02/pertamina-di-bawah-kepemimpinan-karen.html#.VArrDWO0eHY

Menghilangnya Karen pasca mundur dari Dirut Pertamina sebenarnya adalah kamuflase sekaligus bentuk pencitraan terdzolimi yang dibuat AS. Padahal Karen menghilang untuk menghadiri serangkaian “Fit and Proper Test” dan briefing agar Karen bisa diselamatkan dari jerat KPK dalam kasus suap SKK Migas sekaligus menjadi figure idola kandidat Menteri ESDM cabinet Jokowi-JK.

3. Ari Soemarno

Kakak kandung Kepala Kantor Transisi ini masuk lewat pengaruh sang adik yang dominan di kubu Jokowi, Rini Soemarno. Namun harus diingat bahwa mantan Dirut Petral (2003) dan Dirut Pertamina (2006-2009) ini adalah “The Real Mafia Migas” ! Kalau anda ingat Petral sebagai lumbung uang para mafia migas maka Ari Soemarno pernah menjadi kepalanya! Dan bahkan menjadi Dirut Pertamina yang merupakan ujung pangkal kekuasaan di lingkar mafia migas.

Parahnya kedekatan Jusuf Kalla dengan sang “Mafioso” saat kongkalikong konversi minyak tanah ke gas pada era SBY membuat posisi Ari Soemarno seolah tidak tergoyahkan sebagai kandidat Menteri ESDM.

Ceritanya Pada 2006 JK mengusulkan konversi dari minyak tanah ke LPG, dimana proyeknya terbukti rawan korupsi. Konversi minyak tanah ke LPG, JK sebagai pengambil keputusan siapa yg berhak produksi GAS 3 kg itu. Kemudian ia menangkan sendiri perusahaannya Bukaka grup dan Kalla grup sebagai pemenang tender pemerintah,cerdik bukan

Disitulah peran sang Mafioso, JK bekerja sama dengan Ari Soemarno (mantan dirut pertamina 2006-2009) jg mantan Dirut Petral pada 2003. Ari Soemarno adalah orang yang memuluskan proyek GAS 3kg JK,jadi secara telak konversi itu dikuasai oleh perusahaan JK.  Berawal dari Dirut Petral akhirnya ia mengembangkan mafia bisnisnya sendiri,hingga menjadi Dirut Pertamina 2006-2009
http://ttgindo.wordpress.com/2014/07/12/kongkalikong-antara-jusuf-kalla-dan-mafia-migas/

Disitulah Ari Soemarno tersandung kasus impor minyak Zatapi. Menurut audit BPK, negara dirugikan ratusan miliar karena mengimpor minyak Zatapi . Versi Pertamina, justru mampu menghemat 3 juta dolar Amerika. Empat orang jajaran Direksi pertamina, ditahan dan dicekal, juga pimpinan Gold Manor, perusahaan pemenang tender. Namun sekali lagi bisa ditebak, Ari Soemarno selamat!  (http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=5&newsnr=818)

4. Kurtubi

Pengamat perminyakan ini kerap menjadi referensi bagi media untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di lingkup bisnis migas negeri ini. Sebagai lulusan UI, Kurtubi bukanlah golongan generasi elit di lingkar Kementrian ESDM, tak heran meski sempat menjadi salah satu komisaris Pertamina, karier Kurtubi di BUMN Minyak tersebut tak berumur panjang.

Namun darimana lulusan Fakultas Ekonomi UI ini bisa fasih soal pertambangan dan migas?. Ternyata semua dimulai saat ia mengambil kuliah S2 dan S3 di Colorado, AS. Hasilnya Kurtubi pun masuk dalam jajaran komisaris PT Newmont Nusa Tenggara dan duduk sebagai Komisaris di PT Pertamina dalam kurun waktu yang bersamaan. Yah pada tahun yang sama 2007.

Kurtubi masuk ke Kantor Transisi lewat jaringannya di Partai NasDem yaitu Akbar Faisal, politisi lintas partai yang kehadirannya di Kantor Transisi ternyata tidak seijin Surya Paloh Ketum Nasdem.

Lantas apa kepentingan Akbar dan yang utama Kurtubi? Tidak lain dan tidak bukan menjalankan agenda yang selama ini di lakoninya yakni menjadi boneka Newmont di Birokrasi dan berharap Jokowi terbuai dengan pandangannya yang “mengaburkan” selama ini sebagai pengamat.

Kurtubi kerap dipakai oleh Newmont untuk membela bisnisnya di negeri ini. Tidak hanya itu Kutubi diduga juga menjadi agen ganda bagi para petinggi Petral dan Jajaran penguasa di Pertamina untuk memuluskan kritiknya terhadap kebijakan yang merugikan para “Mafioso” di lingkar Pertamina

5. Tumiran

Anggota dewan Energi Nasional ini merupakan akademisi dari UGM. Sepintas dia memang hanya terlihat sebagai seorang yang bersih karena tidak pernah terlibat dalam birokrasi praktis baik dalam perusahaan maupun pemerintahan. Namun jangan salah, sebagai pakar kelistrikan lulusan Universitas Saitama Jepang , Tumiran yang juga Guru Besar FT UGM ini ternyata menjadi pelindung bagi “MAFIA LISTRIK” di negeri ini.
Rekomendasi yang dikeluarkannya bahwa SUTET (Saluran Udara Tegangan Tinggi) tidak berbahaya (http://www.suaramerdeka.com/harian/0604/12/ked01.htm) ternyata merupakan pesanan dari kelompok Jusuf Kalla dan Bakrie yang menjadi kontraktor pembangunan SUTET di sepanjang Sulawesi.  (http://dongants.wordpress.com/2009/04/06/sutet-dan-mafia-bisnis-pln/)

Munculnya nama Tumiran sendiri merupakan upaya kelompok Bakrie dan Jusuf Kalla untuk mengamankan tender proyek pembangunan tower listrik Jawa-Bali (http://www.isuenergi.com/pln-tender-ulang-sutet-menara-eiffel/) dan sejumlah rencana pengembangan listrik kawasan Indonesia Timur.

Tumiran yang satu almamater dengan Jokowi, menjadi salah satu “Boneka kesayangan” para Mafia Listrik untuk digadang-gadang menjadi Menteri ESDM atau minimal Dirut PLN di era pemerintaha n Jokowi-JK ke depan.

 

6. Raden Priyono

Raden Priyono adalah mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sejak 2008 hingga dibubarkan pada 2012. Nama Raden Priyono diusulkan oleh anggota Tim Pemenangan Jokowi, yakni mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono yang jelas bermasalah karena disinyalir terlibat pembunuhan almarhum Munir.

(http://katadata.co.id/berita/2014/08/07/raden-priyono-dan-ari-soemarno-calon-kuat-menteri-esdm)

Salah satu kasus yang menyeret Priyono adalah terlibat dalam skandal korupsi pengadaan kapal angkutan migas Joko Tole yang merugikan negara sebesar Rp 7 triliun.
(http://www.lensaindonesia.com/2013/11/13/icw-desak-kpk-bongkar-mark-up-sewa-hotel-mulia-dan-joko-tole.html)

Dugaan mark-up sewa kapal FPU (Floating Production Unit) BW Jokotole ini melibatkan Kangean Energy Indonesia Ltd. yang merupakan anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk, unit usaha Grup Bakrie selaku kontraktor kontrak kerjasama (KKS) proyek Terang Sirasun Batur, Blok Kangean, Jawa Timur.

BW Joko Tole diperuntukkan sebagai penunjang fasilitas produksi proyek Migas Terang Sirasun Batur yang berlokasi di perairan Timur Madura. Dari Kapal Joko Tole ini, gas dialirkan ke konsumen melalui East Java Gas Pipe Line. Untuk konsumen domestik di Jawa Timur, antara lain PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar 130 juta standar kaki kubik per hari, Petrokimia Gresik 65 juta standar kaki kubik per hari, Pertagas sebanyak 100 juta standar kaki kubik per hari, dan Indogas sebesar 20 juta standar kaki kubik per hari.

Kapal ini berkapasitas kompresi gas sebesar 340 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) dan fasilitas penampung minyak sebesar 2.200 barel per hari.

Sewa BW Joko Tole sebagaimana data yang ada senilai USD 870 juta, termasuk operating coast selama 14 tahun dari BW Offshore, perusahaan yang berbasis di Norwegia.

Kapal ini diresmikan di Galangan Kapal Sembawang, Singapura 17 Maret 2012 silam dihadiri R. Priyono, Presiden dan General Manager Kangean Energy Indonesia Ltd Junichi Matsumoto, Managing Director Sembawang PK Ong, serta CEO BW Offshore Carl Arnet.

Pembuatan kapal ini diduga hanya menghabiskan dana USD 100 juta. Kapal Joko Tole ini merupakan eks BW Genie yang diproduksi tahun 1988. Pengerjaan peralatan produksi yang berada di kapal Joko Tole dilakukan di Batam. Di Singapura, hanya tinggal melakukan proses penempatannya di atas kapal.

Penyewaan kapal Joko Tole menjadi pertanyaan besar. Sebab, berdasarkan studi, mestinya bisa membangun pipa yang biayanya lebih murah hanya sekitar Rp 150 miliar.

Praktis, dengan memilih sewa kapal, investasi bisa berkali lipat. Sewa kapal yang semula 5 tahun dan 10 tahun diperpanjang menjadi 14 tahun, harga sewa senilai USD 400 juta menjadi USD 870 juta dan terakhir menjadi USD 1,2 miliar. Diduga ada mark-up mencapai USD 700 juta atau setara dengan Rp 7 triliun. Semuanya masuk coast recovery yang ditanggung negara, setara skandal Bank Century Rp 6,7 triliun.

7. Evita Legowo

Mantan Dirjen Migas Kementrian ESDM ini memang sudah cukup berumur (63 tahun). Namun sosoknya cukup kuat bagi para rekanan Kementrian ESDM. Selama 5 tahun memimpin Dirjen Migas KESDM sekaligus Komisaris Pertamina, Evita yang pernah ditugaskan di Lemigas dan ladang minyak Cepu ini dipandang cukup mengetahui alur transaksi minyak dan gas indonesia dari hulu hingga hilir. Sehingga akhirnya Prabowo memilih memunculkan namanya sebagai "titipan" untuk Kabinet Jokowi-JK.

Lewat siapa? ini yang menarik. Adalah sosok mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang saat ini bernama SKK Migas, Kardaya Warnika yang juga caleg Gerindra yang menjadi kepanjangan tangan Prabowo untuk masuk ke Evita Legowo.

(http://finance.detik.com/read/2014/06/25/094909/2618530/1034/dukung-prabowo-hatta-ini-alasan-eks-kepala-bp-migas)

Kenapa? Karena Evita sudah lama bekerjasama dengan mafia di internal Pertamina dan Kementrian ESDM untuk melakukan markup-markup dan penyelewengan di lingkup tender-tender pertamina seperti pada kasus "sewa FSRU atau terminal LNG terapung dari pihak ketiga hampir Rp 600 M. Dimana  Fee untuk direksi Pertamina dijamin lebih US$ 5 juta atau Rp. 60 miliar.

Sulitkah KPK  menangkap mafia gas itu? Tidak! dalam kasus FSRU atau terminal LNG terapung Dirjen Migas Evita H Legowo yang bikin perencanaan,  Evita H Legowo tahu persis siapa pelaku korupsi, modus, berapa ratus miliar kerugian negara.

8. Susilo Siswoutomo

Susilo merupakan lulusan Mechanical Engineering-Solar Refrigration Institut Teknologi Bandung angkatan 1970. Susilo selama 33 tahun menghabiskan karier di ExxonMobil dan memutuskan pensiun pada tahun 2006 dengan posisi akhir Land Task Force Manager. Setelah pensiun, ia menjadi penasihat ahli di Mobil Cepu Limited, lalu pada November 2007-Maret 2010, ditarik ke BPMIGAS (sekarang SKK Migas) menjadi penasihat ahli Wakil Kepala BP Migas. Pada 2011, Susilo juga menjabat sebagai Kepala Pengawasan dan Pengendalian Proyek Pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela.

Selama Tugas di BP MIGAS, Susilo Siswoutomo menggunakan kewenangannya sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia untuk menggandengkan  ExxonMobil dengan , PT Pertamina EP Cepu mengelola Proyek Banyu Urip. Untuk meloloskan proyek inilah ExxonMobil memberikan uang pelicin sebesar 1 juta USD kepada Susilo Siswoutomo atas jasa nya.

Saat Jero Wacik ditunjuk menjadi Menteri ESDM, ia diangkat menjadi staf khusus, karena Jero wacik awam soal permainan di dunia migas. Semenjak jadi staf khusus ini lah Susilo menjadi tangan kanan untuk 

9. Koentoro Mangkusubroto

Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia di akhir era Orde Baru ini sudah malang melintang di lingkup ESDM sejak usai menyelesaikan studinya. Sempat menjadi Dirjen, dan akhirnya diangkat oleh Soeharto menjadi Menteri Kabinet Pembangunan VI ini dimana semua perusahaan kontrak karya asing mendapat perpanjangan kontrak, Koentoro seolah tidak bisa dilepaskan dari lingkar kekuasaan hingga detik ini.

 Setelah tidak menjadi menteri ia diangkat menjadi Direktur Utama PLN pada tahun 2000 - 2001 dimana PLN merugi 32 Triliyun tanpa ada pertanggung jawaban. Ia pernah menjabat juga sebagai Kepala Badan Pelaksana - BRR Aceh-Nias yang menunggak pembayaran kepada kontraktor sebesar 35 milyar.
 
Kedekatan Koentoro dengan keluarga Cendana tersebut membuat ia selalu menjadi “orang dalam” bagi Siti Hardijanti Roekmana dan keluarganya (baca kasus busang yang melibatkan Tutut, Koentoro dan Sigit- http://tempo.co.id/ang/min/01/40/utama.htm). Termasuk saat Jokowi terpilih menjadi presiden. Skenario cadangan yang melibatkan peran sang “Mafia Tambang” yang terlatih pun disusun. Sejumlah pertemuan “tidak terdata” namun tercium saat putra Soeharto (Tommy) mulai melancarkan serangan terhadap kubu yang ingin memberantas mafia di kementrian esdm.  (http://www.tempo.co/read/news/2014/08/31/078603413/Tommy-Soeharto-Jangan-Sok-Pintar-Soal-Subsidi-BBM) (*)

Source : http://m.kompasiana.com/post/read/677614/2/waspada-boneka-mafia-migas-di-sekeliling-jokowi.html