Menebak Nasib Koalisi Merah Putih
Salah satu hal yang menarik di tengah hiruk pikuk presiden dan wakil presiden terpilih, Jokowi-JK beberapa waktu lalu adalah manuver partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (selanjutnya KMP) pascakekalahan Prabowo-Hatta di MK. Beberapa waktu lalu partai-partai politik yang tergabung dalam KMP tersebut mendeklarasikan diri membentuk koalisi permanen. Pembentukan koalisi permanen itu sendiri memunculkan pertanyaan dari banyak pihak soal apakah koalisi permanen itu mungkin?
Pada dasarnya koalisi partai politik mempunyai dua tujuan utama, yaitu, pertama,menggalang kekuatan dan dukungan dalam mengusung serta memenangkan seorang calon. Kedua, memperkuat posisi pemerintah serta mengamankan jalannya suatu pemerintahan. Artinya, koalisi tersebut mesti bertujuan untuk memeroleh dukungan politis atas berbagai kebijakan dan keputusan pemerintah/presiden. Koalisi yang kuat memungkinkan presiden dapat menjalankan pemerintahan dengan baik. Koalisi tanpa tujuan untuk merebut kekuasaan dan mengamankan proses suatu pemerintahan sangat tidak mungkin.
Koalisi juga dilihat sebagai suatu persekutuan atau gabungan beberapa unsur yang dalam kerja sama memiliki kepentingan masing-masing. Persekutuan seperti ini bersifat sementara dan mempunyai asas manfaat di dalamnya. Unsur kepentingan tersebut seperti merebut kekuasaan, sementara unsur manfaat seperti memperkuat posisi suatu pemerintahan. Inilah faktor penentu suatu koalisi. Karena itu, ketika suatu koalisi kalah dalam pertarungan perebutan kekuasaan, maka dapat dipastikan koalisi tersebut akan bubar.
Dalam konteks Indonesia dengan sistem presidensial yang mana posisi DPR memunyai pengaruh yang kuat, koalisi tersebut mutlak diperlukan. Suatu pemerintahan yang didukung oleh anggota dewan yang kuat niscaya memudahkan presiden dalam mengambil keputusan/kebijakan. Karena itu, suatu pemerintahan akan semakin kuat dan kokoh bila didukung oleh koalisi yang kuat dan kokoh.
Koalisi partai politik bukanlah sesuatu yang otomatis. Dan, bertahan tidaknya suatu koalisi sangat tergantung dari tercapai tidaknya tujuan yang dikejar (kekuasan). Karena itu, koalisi yang kalah dalam pertarungan dapat dipastikan akan segera bubar. Dengan demikian, KMP yang menyatakan diri sebagai koalisi permanen, tidak akan berumur panjang.
Paling tidak ada tiga hal yang menarik disimak dari KMP. Pertama, sebelum tanggal 9 Juli yang lalu KMP sangat solid. Namun, setelah KPU menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang pemilu, beberapa partai penyokong koalisi ini (Demokrat, Golkar, dan PPP) mulai merapat ke kubu Jokowi-JK. Manuver putar haluan partai KMP pimpinan partai Gerindra tersebut semakin jelas pascaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh gugatan Prabowo-Hatta. Agung Laksono dan Siswono Yudho Husodo (Golkar) misalnya, menyatakan siap bergabung dengan pemerintahan Jokowi-JK. Apalagi partai Golkar berencana mengadakan musyawarah nasional yang disinyalir menjadi kesempatan untuk menggulingkan Aburizal Bakrie yang dianggap gagal.
Kedua, beberapa anggota partai penyokong KMP secara terbuka mengakui kemenangan pasangan Jokowi-JK setelah melihat hasil perhitungan sejumlah lembaga survei serta rekapitulasi data yang masuk oleh KPU. Politisi muda PAN, Hanafi Rais, misalnya, memberikan ucapan selamat kepada pasangan Jokowi-JK. Hanafi menyatakan bahwa Jokowi-JK adalah pasangan yang akan memegang tampuk kepemimpinan Indonesia untuk 5 tahun mendatang (Liputan6.com/20/7/2014). Hal ini menunjukkan tidak adanya kekompakan di antara partai pendukung KMP.
Ketiga, mundurnya Mahfud MD sebagai ketua pemenangan Prabowo-Hatta. Mundurnya Mahfud bukan tidak mungkin menjadi pukulan telak bagi kubu Prabowo, pasalnya mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mundur di tengah upaya Prabowo-Hatta menggugat keputusan KPU ke MK. Mahfud sendiri menegaskan bahwa gugatan kubu Prabowo-Hatta tidak didukung oleh data yang valid, sehingga akan sangat sulit dikabulkan oleh MK. Menanggapi pernyataan Mahfud tersebut, sekretaris tim pemenangan Prabowo-Hatta, Idrus Marham, menegaskan bahwa KMP sama sekali tidak mempercayai Mahfud MD. Mahfud pun dicurigai sebagai orang yang sengaja disisipkan ke dalam kubu Prabowo-Hatta. Kenyataan tersebut bisa menjadi pratanda keruntuhan KMP. Karena itu, kematian koalisi ini hanya tinggal menghitung hari.
Hemat saya, ada beberapa sebab KMP tidak akan bertahan lama. Pertama, terjadi ‘perpecahan’ antara Prabowo Subianto dengan Hatta Rajasa. Perpecahan ini dapat dibaca dari perbedaan sikap antara Hatta Rajasa dengan Prabowo Subianto terhadap keputusan MK. Setelah MK memutuskan menolak seluruh gugatan Prabowo-Hatta, Prabowo disebut marah-marah. Sikap Prabowo tersebut menimbulkan tanda tanya yang besar dalam diri Hatta Rajasa. Hatta yang sudah bulat menerima apapun keputusan MK bersungut-sungut dan mempertanyakan sikap Prabowo dengan mengatakan, “Sampai kapan begini terus?” Reaksi Hatta sangat wajar sebab Prabowo berkali-kali menegaskan akan menerima apapun keputusan MK.
Kedua, Prabowo tidak menunjukkan sikap seorang negarawan dalam menerima keputusan MK. Prabowo juga menuding ketua-ketua partai penyokong KMP telah berkhianat dan mendukung Jokowi-JK. Hal ini tentu akan berujung pada hilangnya daya tarik Prabowo terhadap partai penyokong KMP. Pada gilirannya beberapa partai penyokongnya akan merapat ke kubu Jokowi-JK.
Ketiga, kubu Jokowi-JK membuka pintu bagi partai KMP untuk bergabung. Tawaran dari kubu Jokowi-JK bukan tidak mungkin membuat beberapa partai yang selama ini menunjukkan gelagat lompat pagar akan segera menyeberang ke kubu Jokowi. Bahkan beberapa partai disebut sudah melakukan pendekatan dengan kubu Jokowi-JK.
Keempat, KMP tidak dibangun atas ideologi yang sama. Pengamat politik CSIS, J. Kristiadi menegaskan bahwa KMP lebih dibangun atas dasar pragmatisme politis. Idealnya, koalisi antara partai politik terjadi antara partai berideologi sama. Koalisi tanpa berbasiskan ideologi yang sama hanya akan memunculkan kepentingan yang pragmatis. Inilah model koalisi nol orientasi. Koalisi seperti ini akan mengalami kematian sebelum waktunya dan inilah yang akan dialami oleh KMP.*
Benny Obon
Mahasiswa Filsafat pada STF Ledalero
No comments:
Post a Comment